Jumat, 18 November 2016

Wahai Ibu, Berdamailah dengan Dirimu


Kadang saya suka baper setelah membaca-baca tulisan, artikel, buku atau status-status fb mama-mama muda idola saya yang berbau-bau parenting dan yang sebangsanya. Soalnya dari situ saya sedikit banyak memperoleh gambaran tentang sesok ibu ideal, ibu yang keren, ibu yang profesional, ibu yang baik...

Ibu yang baik adalah ibu yang punya visi dan misi yang jelas untuk anak-anaknya. Rencana-rencana yang terukur, target-target yang harus dicapai, strategi mencapainya dan semacamnya.

Ibu yang baik adalah ibu yang jarang marah atau berteriak-teriak pada anaknya. Lemah lembut dan sangat terjaga pitch controlnya.

Ibu yang baik adalah ibu yang bisa dengan sangat sabar menghadapi tantrum anak-anaknya, membujuknya dengan halus, tanpa suara harus beralih ke falsetto apalagi pakai acara ancam-mengancam.

Ibu yang baik adalah ibu yang selalu memasakkan fresh food untuk anak-anaknya, bukan nugget, sosis atau mie instan. Apalagi sampai kelupaan masak.

Ibu yang baik adalah ibu yang bisa mengkondisikan anak selalu melakukan hal positif, meminimalkan penggunaan tv juga gadget, mengajari ngaji, hafalan dan doa-doa.

Ibu yang baik adalah ibu yang jarang mengeluh "Hayati lelah bang..." karena ibu memang bukan Hayati.

Ibu yang baik adalah ibu yang menerima utuh anak-anaknya serta tak pernah membandingkannya dengan yang lain.

Ibu yang baik adalah nanananana... (boleh diisi)

Duuh langsung merasa minder waghder tingkat Asia. Mendadak galau gundah gulana. Menengok ke diri-sendiri, tak ada yang masuk kriteria. Jadi aku ini ibu yang baik bukan ya?

Jauh panggang dari api.

Terlalu easy going. Santai kaya di pantai. Tak ada target yang jelas. Go with the flow semboyan andalannya.
Hampir setiap pagi berteriak-teriak sekedar mengingatkan "buruan mandinya, sarapan, berangkat sekolah, telat lagi kita."
Stok nugget, sosis, mie instan selalu siap sedia.
Anak tantrum ikutan tantrum juga.
Kadang tak sempat update hafalan doa-doa. Saat sibuk melanda, gadget dan tv jadi senjata utama, yang penting jangan ganggu mama!
Keluh kesah tak pernah lupa.

Aah... ibu macam apalah saya. Dengan kualitas alakadarnya ingin anak-anaknya bisa jadi luarbiasa.

Kerisauan ini bisa jadi muncul karena adanya gap yang terlalu lebar antara idealisme dengan realitas. Idealnya begitu, kenyataannya begini. Cita-cita pengen jadi seperti rani peri yang baik hati dan cantik sekali, apa daya kenyataannya malah jadi bhayankar peri yang sirik hati lagi sakit gigi (ini film kan udah gak tayang, cari contoh lain napa, noh yang lagi tayang tuh Maria Mercedes)

Ada dua cara untuk memperkecil gap itu, satu naikkan usaha agar realitas mendekati idealisme atau kedua, turunkanlah standar idealisme. Tentu saya cari yang mudah dong, yaitu turunkan standar idealisme. Caranya adalah dengan mencari definisi lain dari frase "ibu yang baik." Oleh karena itu saya ngarang-ngarang sendiri definisi "ibu yang baik" versi saya.
Ibu yang baik menurut saya bukanlah ibu yang nananana di atas tadi.
Ibu yang baik adalah ibu yang bisa berdamai dengan dirinya sendiri. Yeeeeiii prok ...prok...prok... Keren ya....... ngawurnya? Haha

Anggap saja semua setuju dengan definisi ini. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana cara untuk bisa berdamai dengan diri sendiri?
Oke, berikut saya tuliskan beberapa poin-poin agar bisa berdamai dengan diri sendiri, yang tentu saja masih lanjutan mengarang-ngarang tadi

1. Menerima dan memaafkan diri-sendiri

Bersama lahirnya seorang anak, saat itu pula lahirlah sesosok ibu. Dan sejak detik itu, si ibu harus mulai belajar menerima bahwa hidupnya sudah bukan hanya tentang dirinya. Seperti halnya bayi yang harus berjuang dan beradaptasi dengan dunia barunya, pun demikian dengan sang ibu yang harus belajar tentang hal-hal baru yang jauh sangat berbeda dengan lingkungan sebelumnya. Terimalah dirimu utuh apa adanya. Bahwa kau tak sempurna. Kau tak selalu bisa tersenyum, kadang kau butuh menangis, kadang kau ingin marah saat banyak hal terjadi di luar kehendakmu. Katakan pada dirimu, Ya, aku siap menjadi ibu dengan segala manis pahit konsekuensinya. Aku menerima hari-hari kurang tidurku, berkurangnya waktu untukku sendiri, aku menerima perubahan bentuk badanku...
Mungkin aku tak langsung bisa jadi ibu jagoan, tapi aku berjanji akan terus belajar untuk memperbaiki diri. Aku memaafkan diriku untuk segala tangisan, kemarahan, keluhan, dan emosi-emosi lain yang kadang muncul begitu saja tanpa bisa kukendalikan...
(Berasa jadi Mario Teguh, udah zupeeerr belom mam..? Haha)

2. Jangan ngoyo

Tak mengapa saat kita merasa begitu lelah dan malas dengan tumpukan piring atau cucian kotor, lantai yang selalu lengket oleh sisa makanan seberapa kalipun kita telah menge-pel-nya, atau serakan mainan di sepanjang jalur perjalan kamar-dapur-ruang serbaguna-dapur-kamar.
Terimalah, nikmati dan rasakan... jangan selalu memaksakan diri untuk segera membereskannya.
Ada kalanya kita hanya perlu hening sejenak di antara hiruk pikuk kesemrawutan yang terjadi di dalam rumah (bahasa kerennya "luweh" atau "sebodo teuing" ). Tarik nafas panjaang... hembuskaann... daaan tinggal tidur. Siapa tahu saat kita tidur akan datang seekor keong mas jelmaan putri raja yang akan membereskan segala keberantakan itu.
Saat anda bangun dan menemukan kondisi rumah yang masih sama bentuknya, berarti keong mas itu hanya hadir dalam mimpi anda. Bersyukurlah karena anda masih berada di dunia nyata.

3. Ubah cara pandang

Cobalah sekali-kali katakan di depan gunungan baju yang hendak disetrika "ya ampun, ternyata keluargaku punya sangat banyak baju untuk kami pakai."
Di depan tumpukan piring kotor katakanlah "Alhamdulillah ya... hari ini perutku dan anak-anak kenyang, cukup makan, cukup minum..."
Di antara serpihan pecahan kapal katakanlah "Ini adalah salah satu bukti bahwa aku cukup berhasil mengurus anak-anakku. Ya, mereka sehat dan aktif,  karena hanya balita yang sehat yang sanggup memporakporandakan isi rumah".

Lalu tersenyumlah dan mulailah selesaikan pekerjaan itu satu per satu.

Huuuu... kirain setelah diomongin begitu, segala piring, segunung baju dan segerobak mainan itu bakal dengan sendirinya berada manis dan rapi di tempatnya masing-masing. Haha... Kecuali anda punya Jinny atau Om jin, dijamin, sampai lebaran kuda, gak akan pernah terjadi hal seperti itu.
Tapi paling tidak perasaan anda akan sedikit membaik dalam menyikapinya.

4. Jangan bandingkan diri sendiri dengan orang lain
"Ibu itu wow banget deh, bisa handle 9 anak tanpa ART, dan kelihatan bahagia. Gue, anak baru tiga udah keteteran manyun aja."
"Ibu yang ini juga, kerja padahal, anaknya 5 tahun udah hafal juz amma. Lah anak gue, An-Nas sama Al-Falaq aja belom lancar, padahal ibunya di rumah terus."
Terus galau lagi, merasa tak berguna, payah dan gagal jadi ibu yang baik.
Daripada seperti itu, lebih baik stop membanding-bandingkan diri-sendiri dengan orang lain. Setiap ibu unik dengan caranya masing-masing. Kalau mau membandingkan ya bandingkanlah kita saat ini dengan kita waktu dulu sebelum jadi ibu. Kita yang dulu egois, manja, boros, keras kepala, ngeselin dll bisa berubah drastis setelah jadi ibu. Yakin deh bakal takjub sendiri.

5. Apresiasi diri sendiri

Ibu, sungguh engkau berharga. Jangan menyia-nyiakan apalagi sampai mendzolimi dirimu sendiri.
Hargailah dirimu dengan memberikan makanan yang cukup dan bergizi untuk tubuhmu. Berikanlah nutrisi yang sehat untuk kelancaran fikirmu. Berikan daster yang layak untuk menunjang penampilanmu. Rawatlah kecantikan fisik pun hatimu. Luangkan sedikit waktu untuk merelaksasikan jiwa dan ragamu.
Karena engkau pantas mendapatkannya.

6. Temukan kebahagiaan-kebahagiaan kecil di sekitarmu

Katanya bahagia itu sederhana...
Ngemil es krim bareng anak-anak sambil tertawa-tawa, itu bahagia. Lupakan sejenak timbangan, berat badan dan diet-dietan. Ikut bermain lego atau masak-masakan sama anak-anak, itu bahagia.
Berbagi semangkuk kolak kepada tetangga depan rumah, itu bahagia.
Melebihkan sedikit upah untuk mbah pijet yang dengan terkantuk-kantuk 2.5 jam memijat tubuhmu, itu bahagia

Banyaaak sekali hal-hal yang statusnya "biasa aja" ternyata bisa memberikan efek rasa yang warbyasa.

7. Jangan fokus pada kelemahan.

Mungkin kau lemah dalam masak-memasak tapi kau unggul dalam rajut-merajut. Mungkin kau kurang pandai dalam membuat kerajianan-kerajinan tangan, tapi kau lihai dalam berjualan online. Mungkin kau tak lihai menjalankan usaha-usaha mencari tambahan penghasilan, tapi kau lebih dalam hal menyemangati orang lain.
Ya gitu deh, jangan berkubang pada kelemahanmu, kecewa berlarut-larut terhadap diri sendiri, "Duh apa banget sih gue, jadi orang kok gak ada gunanya buat orang lain." Sesedikit apapun kau merasa berguna buat orang lain,  engkau tetaplah juara di mata anak-anakmu.


8. Bersyukur.

Thank God I'm a mom. Apalah mama saat kalian tak ada Nak...
Segalak apapun engkau, tetaplah engkau yang dicari pertama kali saat mereka bangun dari tidurnya.
Sembleber apapun telor ceplok yang kau buat, mereka akan tetap memakannya disertai pujian "hmmm... masakan mama enak..."
Sesibuk apapun engkau, mereka akan selalu bersabar menunggumu luang untuk membacakan dongeng pengantar tidur mereka.

Renungkanlah itu dan berbahagialah dengan penerimaan tulus tanpa syarat oleh anak-anakmu. Peluk mereka... dan berterimakasihlah kepada-Nya atas limpahan nikmat yang bertubi-tubi yang kadang tak kau sadari.

Sebagai penutup, quote dari Jill Churchill ini manis banget meski agak gak nyambung... gapapa ya, udah pening ini saya mikirnya.
"There's no way to be a perfect mother and a million ways to be a better one."
Selamat berproses menjadi ibu yang lebih baik ya mam, bukan menjadi ibu sempurna. Berdamailah dengan dirimu dan jadilah ibu bahagia.

Kamis, 10 November 2016

Hati-hati Gangguan Psikosomatis Akibat Kurang Piknik


Syahdan, pada suatu ketika, tersebutlah seorang mamah muda cantik jelita nan bijaksana beranak tiga mendatangi sebuah Rumah Sakit hendak mengkonsultasikan keluhan yang akhir-akhir ini dirasakannya. Masuklah dia ke ruang dokter syaraf dan terjadilah percakapan berikut: "Begini Dok, sudah dua bulan ini punggung sebelah kiri saya sering tiba-tiba kesemutan terutama saat posisi cuci piring," kata mama muda tersebut. "Kesemutan itu lama-lama merambat ke kepala (pernah ngerasain kesemutan di kepala buibu?), mulut, telapak tangan, kaki, semua-semua jadi sering sekali kesemutan. Terus rasanya lemes banget Dok, gak punya energi, dada rasanya sakit, punggung berasa remuk redam setiap kali bangun tidur, sering sakit kepala, bla bla bla bla bla..... ," tambah mamud tersebut bersemangat dan sedikit mendramatisir.

Setelah melakukan pemeriksaan, dokter berkata "Lha jangan-jangan itu cuma psikosomatis, karena kamu stres. Sakit kok nggladrah-nggladrah gak karuan sampai mana-mana," kata dokter, galak. Anaknya berapa?" Tanya dokter lebih lanjut sambil melihat dua batuta yang mondar-mandir di ruangannya. "Tiga dok, sama yang bayi, " jawab si mamud mama imud, eh...muda.

"Wah ya wis jelas itu, jenuh...." jelas sang dokter.

Si mamud pun bengong, "Oh gitu ya Dok, bisa ya, stres bikin sakit fisik? Gak ada indikasi sakit jantung atau yang sebangsanya kan Dok?" Lanjut si mamud yang masih penasaran kok jawabannya sesederhana itu. Dokter pun menjawab dengan agak sebal "Sakit jantung apanya, wong bisa ngomong nritik-nritik, runtut,  ndangkik-ndangkik kaya gitu kok jantung. Kecuali kalau anda pas ngomong ngos-ngosan, sesak napas..."
"Duuuuh salah guwe, kebanyakan ngasih micin jadi gini nih, gak meyakinkan," batin si mamud.

"Tapi Dok, waktu periksa ke klinik dekat rumah katanya bisa jadi ada indikasi sakit jantung, terus disuruh cek EKG,"tanya si mamud masih ngeyel. "Ya itu kan dokternya cuma nurut-nurutin aja maunya kamu, mau tes EKG lagi? Saya bikinkan pengantarnya!" Jawab dokter makin galak. "Nggg....gak usah deh Dok, jadi gak ada yang bermasalah kan sama tubuh saya?" Tanya mamud lagi dengan agak nggondok. "Enggak, janganlah masih 30 tahun kok sudah sakit kaya gini.

"Jadi saya harus ngapain ya Dok?" Tanyanya si mamud mencari solusi. "Ya silakan aja, mungkin anda bisa lebih mendekatkan diri pada Allah, bermunajat, atau mungkin makan-makan, jalan-jalan, PIKNIK... atau apalah kesukaan anda," jawab dokter.

Tentu saja jawaban dokter itu membuat hati si mamud sorak sorai bergembira, bergembira semua... Yess!! PIKNIK!!! La la la ye ye ye, habis ini harus segera bikin proposal piknik atas rekomendasi dokter yang ditujukan ke si bapak. Dan si Mamud itu pun mulai mengkhayalkan liburannya dengan bahagia.

--TAMAT--

Jadi, apakah pesan moral  yang bisa diambil dari kisah based on true story di atas?
Satu. Gak usah lebay kalau memeriksakan diri ke dokter. Katakan secukupnya, tak perlu terlalu banyak bumbu. Lihat akibatnya? Penyakit kesemutan yang dikeluhkan jadi kelelep info-info tambahan yang kurang penting, jadi gak fokus.

Yang kedua, penyakit yang diakibatkan kurang piknik (baik secara langsung atau tidak) itu nyata adanya. Bukan sekedar sandiwara, bualan semata, atau meme lucu-lucuan di dunia maya.

Ya, namanya psikosomatis. Gangguan psikosomatis digunakan untuk menyatakan penyakit fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh faktor psikis/mental, seperti stres, cemas, kecewa, depresi, dll.
Psikosomatis ini menyebabkan rasa sakit atau gangguan pada fungsi tubuh meskipun tidak tampak kelainan pada pemeriksaan x-ray, tes darah atau lainnya.

Kalau dulu jaman SD kita hafal mati adagium" Men sana in corpore sano", di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat, hari ini tampaknya pepatah itu sudah terpatahkan. Bisa dilihat dari makin banyaknya orang-orang dengan fisik yang sehat namun jiwanya sakit. Sebutlah itu koruptor, pembohong, psikopat, orang-orang stres, depresi dan teman-temannya.

Tibalah kita di jaman "Corpus sanum in mente sana" atau di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat. Saat ini banyak sekali macam penyakit fisik yang disebabkan atau diperparah oleh jiwa yang kurang sehat.

Ngomong-ngomong, ada lho sebuah profesi yang beresiko tinggi mengalami stres, cemas atau depresi. Yap, profesi ibu rumah tangga. Profesi adiluhung nan mulia, tanpa tanda jasa yang berbalas surga. 24 jam sehari, 7 hari  seminggu tiada henti berjibaku mengolah rasa, jiwa dan raga demi masa depan nusa dan bangsa. Hidup ibu RT! Merdeka!! (Halaheem...)
Kerempongan, kemultitaskingan serta kegiatan yang selalu sama dan berulang-ulang itu rentan memicu kejenuhan, stress, atau lebih jauh lagi depresi pada diri seorang ibu. Itulah kenapa ibu rumah tangga adalah salah satu makhluk yang paling butuh piknik di muka bumi ini.

Oleh karenanya penting sekali memastikan kesehatan jiwa seorang ibu. Se-urgen menyelamatkan Nobita dari pembullian yang dilakukan Giant dan Suneo. Sepenting perjalanan ke barat mencari kitab suci yang dilakukan Guru Tong dan keempat muridnya. Ibulah seharusnya orang pertama yang wajib diupayakan kebahagiaannya. Karena ibu yang bahagia akan membahagiakan anak-anaknya. Pun ibu yang sedih, gundah gulana biasanya juga akan menggalaukan anak-anak dan lingkungan sekitarnya. Kebahagiaan seorang ibu adalah tanggung jawab semua pihak, keluarga dan lingkungan sekitarnya.

Dear bapak-bapak, mau kan ibu dari anak-anak anda bahagia lahir batin gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharja? Naah... Salah satu caranya adalah dengan sering-seringlah mengajaknya piknik, selain transferan teratur dan berlebih tentu saja, juga kado-kado kecil berupa berlian dan intan permata. Kalau belum bisa semua ya minimal 5gram Logam Mulia tiap bulannya juga tak apa (mama matre mama matre ke laut aje).
(Mohon jangan diprotes ya, ini mencari alur biar psikosomatis bisa nyambung sama piknik sudah cukup sulit, apalah lagi ketambahan bantahan anda)

Sebagai tambahan, berikut Saya tuliskan beberapa ciri yang menandakan kapan saatnya seorang ibu perlu diajak piknik.

1. Sakit fisik yang setelah dilakukan pemeriksaan, tidak diketahui penyebabnya. Merasa lemah letih lesu lunglai tanpa sebab. Sakit kepala yang sering datang tak diundang pulang tak diantar. Siklus menstruasi yang tiba-tiba menjadi tidak teratur. Sakit di hampir semua bagian tubuh, dsb.

2. Mendadak pemarah
Ketika si mamah mulai merasa terganggu/malas/emosi saat diminta bikinin susu, gorengin nugget, bacain cerita atau bermain pasaran oleh si bocah. Ketika mama menjadi cepat marah hanya karena mendengar pertengkaran kakak adik dalam memperebutkan posisi utama tidur di sebelah mama. Ketika mamah menjadi cepat murka menghadapi hal ecek-ecek semacam susu tumpah di lantai, baju kotor bergantungan di kapstok atau kompor gas yang mendadak mati saat proses memasak baru sepertiga jalan.

Nah saat mamah mulai uring-uringan tanpa sebab yang jelas dan logis, itulah pertanda bahwa dia sudah mulai lelah jiwanya. Piknik salah satu solusinya.

3  Mendadak pelupa
Ibu adalah seseorang di rumah yang paling tahu seluk beluk segala cenceremen di rumahnya. Lebih-lebih lagi, ibu adalah spesialis pencari barang hilang. "Mah, di mana kaos kaki kakak yang batik kotak-kotak?" "Tuh di kamar depan, di dalam lemari laci ke 62 tumpukan paling kiri." Jawab si ibu, detail dan presisi.  "Mah di mana kunci motor ayah tadi ya?" "Tuh di kantong celana ayah yang kemarin bolongnya udah mama jahit." Mah, dimana es krim yang kemarin adek taroh kulkas?" "Oooh itu udah di dalam perut adek, kan kemarin udah dimakan, mau modus yaaa?" "Mah di mana presiden waktu ada demo 411 kemarin?" Eh... Maaf maaf, saya mulai ngelantur. Mungkin karena lapar.

Nah, saat ibu yang biasanya ingat segalanya mendadak berhenti sejenak di depan kulkas untuk mengingat-ingat apa yang hendak diambilnya tadi, itu adalah salah satu alarm tanda bahaya bahwa si ibu sedang butuh relaksasi.

4 Mendadak baperan
Kezel lihat suami istri posting foto romantis. Nyinyir lihat orang-orang posting foto makanan, tempat piknik, anak-anak mereka dll. Zebel sama status-status yang gak se-ide dengannya. Delcont,  unfolow, blokir. Mendadak melow tanpa alasan yang jelas. Pokoknya semua orang salah. Gak ada yang bisa mengerti aku. Aku gak bisa diginiin. Kalian semua zahaaat...

Adakah salah satu ciri di atas yang sedang anda rasakan mom? Jika ya, maka segeralah letakkan peralatan perang sehari-hari anda. Berikan jeda sesaat untuk diri anda. Relaksasikan jiwa dan pikniklah!
Powered By Blogger