Minggu, 19 Februari 2017
Mereka Melihat Mereka Meniru
"Mamah jangan pegang hp terus, ditaroh! Ayo main rumah-rumahan," kata si tengah yang kala itu berumur 2,5 tahun. Lain waktu saat marah dia akan berkata "Bella kesel sama Mamah, Mamah ditinggal sendiri aja di luar," atau "Mamah itu nakal, dicubit aja." Lain kesempatan saat sedang bertengkar dengan kakaknya dia akan bilang "Terserah kamu!" (berkacak pinggang sambil membuang muka).
Saya seperti merasakan sesuatu yang sangat intim dengan situasi ini. Saya ingat-ingat, cari-cari... apa yang membuatnya terasa begitu familiar. Dan... ahaaa... ketemu!!!
Yaa, itu adalah gestur dan ucapan-ucapan yang saya sering lontarkan ke dia.
Kemudian berloncatanlah fragmen-fragmen percakapan sehari-hari dengannya. "Bella stop main ipadnya, nanti Mamah sita gak boleh main lagi", "Kalo Bella nakal nanti Mamah cubit ya", "Bella kalo ngompol di luar aja sana gak usah masuk rumah", "Mamah pusing nih liat Bella berantem terus sama mas Berry", "Jangan bikin Mamah kesel dong", "Terserah kamu! Gak nurut sama Mamah" dan masih banyak lagi gestur dan ucapan-ucapan lain yang tanpa saya sadar rupanya diamati dan ditiru oleh si bocah.
Benarlah apa yang pernah dikatakan James Baldwin, "Children have never been very good in listening to their elders, but they have never failed to imitate them." Ya, anak-anak memang bukan "pendengar" yang baik, tetapi mereka adalah "peniru" yang handal. Mereka tak pernah gagal menirukan tingkah polah orang tua dan lingkungan sekitarnya.
Sebenarnya, meniru adalah sesuatu yang fitrah dimiliki setiap anak. Kemampuan meniru ini mulai berkembang sejak anak berumur satu tahun. Orang tua adalah sosok pertama yang tingkah lakunya akan diamati dan ditiru anak-anak mereka. Mulai dari gestur, raut muka, cara bicara, intonasi hingga hal-hal fisik yang dilakukannya. Itulah kenapa ada peribahasa buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Tak masalah jika yang mereka tiru adalah hal-hal baik dari diri orangtuanya. Persoalannya adalah mereka belum mampu mimilah-milah mana hal baik yang bisa mereka tiru, mana yang seharusnya tidak ditiru. Alhasil segala hal yang ia amati dari lingkungan terdekatnya akan ditirukannya, utuh. Balita doyan ngrokok, itu karena orangtuanya atau lingkungan sekitar mengajarkannya merokok. Anak kecil suka main tangan, bisa jadi karena kesehariannya akrab dengan kekerasan oleh lingkungan terdekatnya,
Jika dalam seminar-seminar kewirausahaan ada istilah ATM, Amati Tiru Modifikasi, di dunia orangtua-anak ada ATP, Amati Tiru Persis.
Makin bertambah umur anak, makin meluas juga lingkup pergaulannya, makin banyak juga role model yang diamatinya. Seperti siang ini, saat si bocah pulang dari sekolahnya, "Mamah kata Bu Fitri gak boleh suka ngomong yang jelek-jelek lho, nanti Allah gak sayang. Kalau Mamah ngomong yang jelek-jelek nanti Bella telpon Bu Fitri biar Mamah dimarahin."
Apakah mamah tidak pernah mengajarkan untuk jangan bicara yang jelek-jelek? Tentu saja mengajarkan. Tapi saat ini yang didengarkan adalah apa yang dikatakan bu gurunya. Kata-kata mama sedang dalam posisi tak laku. Nah, kesempatan ini. Dekati bu gurunya, ngobrol-ngobrol dan sampaikan hal-hal yang kita ingin tanamkan ke si anak. Biarkan bu guru yang akan menyampaikannya ke anak.
It takes a village to raise a child.
Anak adalah peniru ulung. Hal ini menjelaskan kenapa sekedar kata-kata (nasihat) tidak akan efektif dalam mengajar mereka. Masuk telinga kanan keluar telinga kanan lagi. Mental. Haha. "Jangan suka ngomong boong ya Nak, gak baik, dosa," kata seorang ibu kepada anaknya. Sesaat kemudian datanglah tukang kredit panci hendak menagih cicilan panci si ibu, "Nak, nanti kalo ada mamang tukang panci datang, bilang Ibu lagi ke luar negeri," kata si ibu. Si anak pun berkata, "Mang, kata Ibu kalau Mamang datang suruh bilangin ibu lagi ke luar negeri." Dan si ibu pun berdiri keki di balik gorden.
Anak-anak belajar dari teladan. Dari apa yang dilakukan orangtuanya, bukan apa yang dikatakan orang tuanya. Nasihat akan efektif jika disertai dengan contoh riil-nya, gak sekedar Omdo atau NATO (No Action Talk Only) atau cuap-cuap belaka.
Nah, kompetensi/sifat/perilaku seperti apakah yang kita ingin anak kita tiru dari kita? Sabar? Ya latihlah diri kita untuk sabar terlebih dahulu. Berkata baik? Ya biasakanlah diri kita untuk selalu berkata baik lebih dulu. Jujur? Ya mulailah untuk belajar berkata jujur meski hanya tentang hal remeh-temeh. Suka menolong? Ya berusahalah untuk selalu menolong lebih dahulu. Tidak sombong? Rajin menabung? Atau yang lainnya? Yaa mulailah kesemuanya itu dari diri sendiri.
Sulit?? Gak ada yang bilang mengasuh anak itu mudah.
Dan pada akhirnya, kitalah yang sebenarnya sedang belajar dari anak-anak kita. Belajar terus untuk menjadi lebih baik dari kita di masa lalu dan saat ini. Belajar menjadi guru yang layak untuk digugu dan ditiru. Belajar menjadi role model yang bisa diidolai anak-anak kita. Seyogyanyalah kita berterimakasih kepada mereka setiap hari. Terimakasih Nak, telah mengajari hal baru untuk mamah setiap hari...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar