Jumat, 14 November 2014

APEL cinta

Hari ini ulang tahun saya yang ke 32. Dan pas kebetulan jadwal suami saya -yang bekerja nun jauh di sana- pulang ke jogja. Singkat cerita, sesampai di rumah dia memberikan sebuah kotak kecil hadiah ulang tahun buat saya. 

Seperti wanita pada umumnya, saya ngarep yang di dalam kotak itu sebongkah berlian, perhiasan atau paling tidak beberapa gram logam mulia. *wanita emang dianugrahi naluri 'buas' jika terkait pada barang-barang yang bisa dijadikan uang. Haha.

Namun ketika saya buka kotak itu.... taraaaaa...... ternyata isinya adalah.... apel. Iya A P E L. Bukaan... bukan apel dalam bentuk iphone 6 yang lagi tenar itu, melainkan sebutir apel merah 'biasa' dan selembar kertas yang isinya menceritakan alasan kenapa si apel yang terpilih menjadi sang kado.

Ya sutralah.... 5 tahun hidup sama dia membuat saya terbiasa menerima hal-hal yang 'seperti ini'. Tadinya saya ngarep alasan pemilihan apel itu agak filosofis. Misalnya, apel merah itu rasanya manis, semanis 5 tahun pernikahan kami. Atau kulit apel merah itu kaya antioksidan yang memperlambat penuaan dini agar kami bisa semakin lama bersama *maksa. Atau apalah, yang agak touching gitu.

Namun setelah saya baca selesai tulisan itu, gak ada itu kata-kata romantis yang bikin berkaca-kaca.Alasan yang dikemukakannya dalam surat itu begituuuu sederhana daann... *sampe gak bisa menemukan kata yang pas. 
Di kertas itu tertulis, kenapa apel bukan jeruk atau duren karena... kotaknya cuma cukup buat naroh apel bukan yang lain (soalnya kotaknya dibeli duluan, belom tahu mau diisi apa). Untung juga bukan diisi segerombol ciplukan atau beberapa biji kersen. Zzzzz..... Antara geli campur kesel. Akhirnya berakhir dengan tertawa sebel :D Tapi setelah saya ingat-ingat, kado ini lebih mending dibandingkan kado-kado yang dulu pernah diberikan untuk saya, seperti sekotak permen menta atau alat kerok masuk angin yang dibeli di bis seharga 5ribuan.

Ya seperti itulah dia (atau laki-laki pada umumnya ya), gak njlimet, gak romantis, gak detail, tekstual dan yang jelas apa yang dikatakan di mulut itu sama dengan di hati. Beda dengan wanita yang pengennya dimengerti isi pikirannya tanpa mau mengatakannya secara tersurat. Apa yang dikatakannya kadang tidak seperti yang diinginkannya. Lain di bibir lain di hati memang.

Dia memang tak sempurna. Sangat jauh dengan sosok ideal yang dulu sering saya impikan jadi pasangan hidup saya. Tapi karena ketaksempurnaannya itulah saya bisa mencintainya dengan sempurna. Seperti ketaksimetrisan apel yang sering membuatnya kurang indah dilihat, atau warna merahnya yang kadang tidak merata, namun tak ada yang mempermasalahkannya, bahkan hampir semua orang menyukai rasa manisnya. Jadi tidak perlu menjadi sempurna untuk bisa dicintai banyak orang...

Oke. Cerita berakhir happy ending dengan pemotongan apel itu dan memakannya bersama anak-anak... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger