Sabtu, 12 Desember 2015

Sekolah TK Kok Udah Mahal

Cerita berawal dari niatan saya mendaftarkan berry bella sekolah di sebuah tk it sekitaran rumah. Udah nanya2 tentang teknis dan metode pembelajarannya sama bu guru dan ditutup dengan pertanyaan "jadi saya harus bayar berapa totalnya?". Bu guru jawab, sekitar 10 juta buk (2 anak) (ditambah spp 170ribu/bulan/anak). 50% dibayar 2 hari lagi pas ngumpulin berkas pendaftaran. Yang 50%nya dilunasi nanti sebelum ajaran baru mulai. Harus cepet2 buk, nanti keburu kuotanya habis. Oke. Demi menjaga wibawa sebagai mamah yang (sok) cool, tentu saya jawab dengan biasa dan muka antusias. Oh ya ya buk, besok saya ke sini lagi. Padahal eh padahal... ada yang teriak2 di pojokan hati saya. Who's that? Rupanya naluri irit ala emak2 saya yang memberontak. Gilingan 10 jeti se-brugh-an dan kamu iya2in aja?? Hitung dulu sono anggaran mana yang mesti dipangkas. Wkwkwk.
Jadilah saya survey tentang uang masuk TK ke beberapa teman yang punya anak TK (paud). Dan kebanyakan mereka menjawab ya sekitar 4-5juta/anak itu wajar. Malah ada yang lebih dari 8 juta lho. Iih wooow. Ckckck.. emaknya kurang piknik nih, gak gaul, gitu aja takjub. Batin saya,  lha kok mahalan ini daripada uang spp jaman saya kuliah dulu yak. Yaelah, It's so yesterday mak, gak usah dibahas.

Mahal?? Relatif. Tergantung siapa yang jawab. Tapi secara pukulrata bisa dibilang "lumayan", karena banyak juga tk-tk dengan tarif dan spp jauh di bawah itu.  Dan  "tarif mahal" itu seolah dimaklumi dengan dalih apa sih yang mahal kalo buat anak, investasi masa depan, ono rego ono rupo, mau dapat sekolah kanak2 yang bagus? Ya modal dong.
Daan diakui atau tidak, disadari atau belom, pelan-pelan dan sangat halus, mulailah pendidikan kanak2 dijadikan ajang bisnis dan mengeruk keuntungan. Terbukti dengan menjamurnya tpa/daycare/paud/tk yang menawarkan visi misi dan metode pembelajaran dangkik2 yang luar biasa menggiurkan. Ditambah lagi dengan makin berkurangnya peran ibu di rumah karena harus ikut berjibaku di luar rumah untuk membantu suami memenuhi urusan cicilan kpr dan cicilan kartu kredit . Akibatnya banyak ibu yang akan berusaha 'menebus' kesalahannya -karena terpaksa gak bisa 'ngurusin' anaknya- dengan berusaha menyekolahkan anaknya ke sekolah yang "bagus" (berbanding lurus dengan biaya) sebagai kompensasinya. Demi apaa...? Masa depan si kecil. Prinsip mahal tak apalah, yang penting anakku terurus menjadi harga mati. Lama-kelamaan definisi mahal itu jadi sangat relatif, bahkan hilang. Gak ada yang mahal selama itu buat anak. "Semua yang kulakukan akhirnya kan juga buat anak", kata si ibu. Selesai. Si ibu kembali ke dunia kerja dan makin semangat banting tulang untuk masa depan anaknya.
Jadi inget teori ekonomi, di mana ada permintaan di situ ada penawaran. Karena permintaan akan sekolah kanak2 yang seperti ini makin banyak, maka pasar merespon dengan memunculkan sekolah2 yang 'diinginkan' si peminta itu. Fair?? Faiiiirrrr. Ada yang salah?? Gak adaaaa
Gimana dengan orang-orang yang gak mampu membayar jumlah segitu untuk mendapatkan kualitas yang sama -yang sebenarnya juga mereka inginkan- dengan mereka yang mampu bayar? Yaa itu DM (derita mereka). Harus kerja kerja kerja lebih keras lagi dong, kalo perlu jangan tulang doang yang dibanting. Atau disekolahin ke TK biasa aja, gak perlu yang IT2an biar lebih murah. Tapi TK biasa gak terlalu kuat prinsip agamanya. Gimana dong? Ya udah, berati harus mau berkorban lah, utang kek apa gimana. Fyuuhhh....

Kejam? Bisa jadi. Dan kabar buruknya, ini baru secuil wajah kejam kapitalisme yang tampak. Di alam kapitalis, orang miskin dilarang sakit dan dilarang sekolah itu udah biasa. Wait!! Kapitalisme apaan? Googling atuh, buanyaaak yang ngebahas. Alhamdulillah yang masih merasa hidupnya baik2 aja dan gak merasa terdampak dengan kapitalisme. Masih bisa apdet status dan hahahihi tiap hari. Tapi bagi orang-orang yang kurang beruntung, jerat kapitalisme ini makin lama makin mencekik dan mendholimi mereka (sekalipun mungkin mereka belom menyadari kalo makin beratnya hidup di jaman ini adalah akibat diterapkannya kapitalisme). Ah, i don't care sama kapitalisme2an dan politik2an yang penting anak gue aman tentram dan hidup nyaman. Ya terserah situ sih. Itu pilihan. Tapi sebelum memutuskannya, bertanyalah pada hati nurani. Dan bayangkan akan jadi seperti apa kira2 dunia tempat hidup anak-anak kita kelak 20-30 tahun yang akan datang jika kita gak care sama sistem hidup yang kita lakoni saat ini.

Saya gak menyamaratakan atau menyalahkan  semua paud/tk it itu profit oriented ya. Secara ngurusin balita itu emang kerjaan berat dan menguras energi. Apalagi balita2 itu bukan anak kita sendiri. Kecuali orang2 yang bener2 cinta anak, sepertinya males kalo suruh ngurusin anak orang tanpa atau dengan bayaran kecil. Pasti ngurusinnya juga alakadarnya. Babysitter aja gajinya minim sejuta/bulan. Dan paud/tk2 itu ada karena kita yang butuh juga kan.

Panjang euy. Jadi seriusan gini. Haha. Ya udah deh. It's just my opinion. Cerita menjelang tidur. Bosen nulis ldr-an mulu :D

Mendadak Bisa Baca



Rasanya hati saya terharu dan bungah tak terhingga (lebay) saat tiba2 Berry ambil majalah ini dan mulai membacanya selesai dari halaman 1 hingga 24. Beneran ni anak udah bisa mbaca? Meski pas saya tanya "Ceritanya apa Ber?", dia kebingungan dan menjawab "Mama aja baca sendiri". Iya, dia belom bisa mengkoneksikan apa yang dibaca dengan isi bacaan. Fokusnya pada membaca bukan memahami isi cerita. Gapapa wis, namanya juga belajar ya Ber, butuh proses.

Inget kejadian kocak saat dia 4 taun jaman belajar mengeja dulu  i, en o: no, ve a: va, dibaca? a van za atau be er i, dibaca? mandiri   😅 Rupanya saat itu dia hanya ngapalin logo bukan membaca. Mengeja bisa tapi membaca belom.
Pernah melewati masa saat saya ngotot pengen dia bisa baca umur 4taun ini. Terjebak pada membandingkannya dengan anak sepantarannya yang udah bisa lancar membaca. Dan hasilnya.... gatot. Dia tidak menikmati proses, dan saya jadi lebih stress. Ya sudah, sabar itu selalu lebih baik. Dan alhamdulillah saya hanya harus menunggu setahun untuk itu.

Iya iya, untuk ukuran anak jaman sekarang, 5tahun bisa baca itu biasa aja. Tapi biasa buat seorang ibu bisa jadi istimewa buat ibu yang lain. Buat saya, bisa menjadi yang pertama menyaksikannya mulai membaca itu adalah emejing moment, tsaah 😄 Secara dia hingga sekarang masih cuti (baca:mogok) TK sudah setaun lebih dan saya juga gak pernah masukin dia ke les calistung dan les2 lainnya. Soalnya saya termasuk golongan mama irit yang menganut prinsip "semua akan bisa pada waktunya". Jadi saat berry si 5 tahun blas belom bisa gambar bentuk atau bella si 3 tahun masih kacau toilet trainingnya yaa udah "berati durung wayahe"😜 Prinsip ini sangat efektif lho untuk menghibur diri-sendiri di tengah maraknya perlombaan ibu2 yang ingin menjadikan anaknya super di usia sedini mungkin.

Jadi moms, tetap bersabarlah karena semua akan bisa pada waktunya. Cemungudh!!!😉

Sabtu, 05 Desember 2015

Resensi Novel "Pulang"



"Pergilah, anakku, temukan masa depanmu. Sungguh besok lusa kau akan pulang. Jika tidak ke pangkuan Mamak, kau akan pulang pada hakikat sejati yang ada di dalam dirimu. Pulang...."

Sekali lagi Tere Liye berhasil menunjukkan kepiawaiannya dalam merangkai kata, mengolah rasa di novel terbarunya yang diberi judul "Pulang". Diterbitkan oleh Republika Penerbit, September 2015, novel setebal 400 halaman ini menceritakan kisah hidup seorang pemuda bernama Bujang yang kelak kemudian hari lebih dikenal dengan sebutan Si Babi Hutan. Julukan yang diperoleh karena keberhasilannya mengalahkan seekor babi hutan raksasa seorang diri di jantung rimba Sumatra dan menyelamatkan nyawa Tauke Muda, sahabat bapaknya.

Cerita selanjutnya adalah tentang kisah hidup Bujang muda di perantauan setelah diangkat anak oleh Tauke Muda, pemimpin tertinggi keluarga Tong, salah satu penguasa ekonomi hitam di negeri ini. Proses dia bertransformasi dari anak rimba dengan kaki licak oleh lumpur tanpa alas kaki hingga menjadi pemuda jenius pemegang dua titel master dari luar negeri diceritakan dengan menarik. Keinginan kuatnya menjadi tukang pukul di keluarga Tong membawanya bertemu dengan orang-orang pilihan yang kemudian menjadi guru sekaligus sahabatnya dalam menempa mental dan fisiknya. Seperti tokoh Kopong si tukang pukul jagoan yang sangat menyayangi Bujang, Frans si Amerika yang menjadi guru Bujang di bidang akademis, Guru Bushi sang master samurai nan bijak dari Jepang, Salonga si penembak jitu yang temperamental, serta tentu saja Tauke Muda si pemimpin utama keluarga Tong.
Satu hal yang dipegang teguh oleh Bujang, yaitu janjinya kepada mamaknya sebelum merantau, untuk selalu menjaga perutnya bersih dari makanan dan minuman haram dan kotor.

"Beberapa pakar ekonomi menaksir nilai shadow economy antara 18-20% GDP dunia. Angka sebenarnya, dua kali lipat dari itu. Di negeri ini saja, dengan total produk domestik bruto per tahun 800 miliar dolar, maka nilai transaksi shadow economy lebih dari 320 miliar dolar. Setara dengan 4.000 triliun rupiah, 40% GDP."

Dengan berlatarkan masalah shadow economy (ekonomi yang berjalan di ruang hitam, di bawah meja), Tere Liye dengan cukup detail menguraikan seperti apa intrik-intrik yang dilakukan tangan-tangan penguasa ekonomi pasar gelap ini dalam melakukan bisnisnya. Negosiasi tingkat tinggi, penyuapan, permainan media hingga pembunuhan yang dilakukan dalam senyap menjadi bumbu penyedap dalam cerita. Seolah menghentak pikiran kita bahwa konspirasi itu memang nyata adanya. Bahwa mafia itu ada. Bahwa ada tangan-tangan berkuasa yang mengendalikan  kasus-kasus besar yang terjadi di indonesia. Nama-nama yang tak terekspos media namun sebenarnya dialah yang berada di balik nama-nama besar konglomerat kelas kakap di negeri ini. Menjadi penguasa yang sesungguhnya dari banyak bisnis besar di Indonesia. Dan kesemuanya itu diatur dengan sangat rapi oleh organisasi shadow economy yang ruang gerak serta kekuasaannya ternyata mendunia.

Di novel ini pula kita akan diajak berkeliling menikmati suasana beberapa kota di dunia, mulai dari mencekamnya pedalaman rimba Sumatra, padatnya kota Jakarta, gemerlapnya Hongkong, pengapnya sebuah sudut kawasan miskin di Tondo Manila, hingga kedamaian salah satu pedesaan di Tokyo, Jepang. Seolah kita bisa ikut merasakan apa yang sedang dialami si tokoh utama.
Cerita ditutup dengan adegan-adegan heroik saat Si Babi Hutan harus memadamkan pemberontakan yang dilakukan oleh "orang dalam", sahabat dekatnya sendiri. Adegan-adegan laga yang diceritakan dengan detail membuat kita ikut berimajinasi tentang serunya pertempuran itu.

Gaya bercerita novel ini mengingatkan Saya pada gaya penceritaan dua novel sebelumnya yang berjudul "Negeri Para Bedebah" dan "Negeri di Ujung Tanduk". Cepat, bernas, dan tidak membosankan. Meloncat dari satu cerita ke cerita yang lain secara berkesinambungan dengan beberapa alur flashback.  Dengan jalinan konflik yang rapat kita dibuat enggan beranjak hingga tiba di halaman terakhir. Tanpa sadar kita akan dibuat terpukau dengan sosok Bujang seperti halnya mendadak kita merasa kagum pada sosok Thomas di dua novel tersebut. Bujang yang tak punya rasa takut, jenius, negosiator handal, kokoh dalam memegang prinsip serta tentu saja jago berkelahi dan menembak.

Membaca novel ini seolah kita ikut terhanyut di dalamnya. Mereka-reka benarkah hal-hal di dalam cerita itu sungguh nyata terjadi di negeri ini. Bahkan saya dibuat penasaran, apakah benar, bahkan hingga "siapa yang jadi presidennya" bisa diatur oleh segelintir penguasa ekonomi bayangan ini? Apa benar rumah-rumah mewah di ibu kota itu hanyalah kamuflase untuk menutupi benteng-benteng kokoh yang dibangun di baliknya oleh si penguasa ekonomi hitam untuk menjalankan aktifitas bisnisnya? Di sini Tere Liye terlihat begitu menguasai tema cerita, ditambah lagi dengan data-data pendukung berbasis riset yang disajikannya di awal cerita.

"Ketahuilah, Nak, hidup ini tidak pernah tentang mengalahkan siapa pun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran."

Bukan Tere Liye jika tak punya "pesan" dalam setiap ceritanya. Seperti biasa, dia selalu bisa menyuguhkan pesan moral, pemahaman baru, prinsip hidup, serta keteladanan dengan sangat mengalir, tanpa menggurui dan mengena di hati.

Bahwa seburuk atau sekelam apapun masa lalu kita, kita berhak menafsirkan ulang seluruh pemahaman hidup kita. Kita berhak mendefinisikan kembali mau menjadi seperti apa diri kita saat ini. Sekuat apapun kita berusaha, kita tidak akan mampu melawan kenangan masa lalu yang menyesakkan atau hari-hari menyakitkan yang pernah kita lewati. Justru peluklah segenap kenangan-kenangan buruk itu. Dekap erat segala keresahan, kebencian, keraguan dan kecemasan, karena hanya dengan itulah kita bisa berdamai dengan diri kita sendiri.  Ingatlah bahwa kita akan selalu bisa menyaksikan masih ada hal indah di hari terburuk sekalipun. Seperti matahari yang tak pernah alpa untuk terbit tak peduli seburuk apapun hari itu.
Ingatlah bahwa Tuhan tak pernah menutup pintu pengampunan-Nya. Bahkan Dia selalu memanggil semua hamba-Nya untuk selalu "pulang" kembali kepada-Nya. Dan kita berhak untuk menempuh jalan itu.


Kamis, 03 Desember 2015

Awas!Lele Ikan Paling Kotor Sedunia...

Awas! Lele ikan paling kotor, satu suap mengandung 3ribu sel kanker..... ditambah ilustrasi gambar masakan lele dijejerkan dengan satu kolam/genangan air yang full sampah dan satu genangan berisi bangkai tikus ngambang (saya gak sertakan gambarnya, soalnya jorok, gak ilang2 dari otak). Ya iyalah  yang nonton judul sama gambarnya doang langsung deh muntah2  gak mau makan lele lagi. Yang gak doyan lele tambah sumringah 'untung gue gak doyan lele'. Fiuuhhh

Langkah pertama yang seharusnya dilakukan ketika baca judul yang woow itu adalah baca isi artikelnya dulu lalu pikirkan kira2 artikel itu valid gak. Oohh ternyata kejadiannya di cina toh. Tigaribu sel kanker di judul itu darimana asalnya, gak disinggung blas di dalam isi artikel. Itu ciri2 artikel yang gak mutu. Trus gambar2 di ilustrasi itu bener gak gambar2 dari peternakan lele yang diceritakan itu? Atau hanya gambar2 yang dicomot sembarang untuk mendramatisir judul yang udah dramatis itu?

Baru deh bahas isinya. Di artikel itu diceritakan ada 7 kolam lele yang di sekitarnya dikelilingi kandang babi dan kandang ayam. Tumpukan sampah mengapung di tengah kolam dengan bau menyengat. Kotoran dari kandang babi, ayam dan wc peternak dibuang semua ke kolam lele. Dan itu udah berlangsung bertahun2. Hoek dong muntah2. Fiuuhhh lagii

Saya bukan orang peternakan sih, tapi kalo kondisinya sehoror itu apa iya lelenya gak penyakitan trus mati? Apa yang mau dipanen dong? Iya sih, lele itu emang lebih tahan banting terhadap kondisi lingkungan yang kurang bagus jika dibandingkan ikan2 lain. Makanya ada yang miara lele emang ditujukan untuk menjaga kualitas perairan bukan untuk dibudidayakan dan selanjutnya dikonsumsi.Tapi segak bagusnya kondisi lingkungan tempat hidupnya, ada syarat minimal si lele itu bisa tumbuh dengan baik (kalo ditujukan untuk budidaya ya). Kalo diekspos pake segala macem kotoran dan sampah itu tiap hari yakin deh si lele bakal cepet penyakitan diserang bakteri sama jamur trus mati. (Coba tanya peternak2 lele di Indonesia ya, bukan yang di cina). Lagian jaman sekarang budidaya lele di indonesia udah modern juga kali. Kalopun ada satu dua peternak yang masih suka ngasih tambahan makan kotoran ke lelenya ya gak bisa digebyah uyah juga semua pembudidaya lele itu pasti ngasih makan kotoran ke lelenya. Pembudidaya2 lele modern pasti berang kalo baca isi artikel itu. Susah2 miara lele, dikasih pelet, probiotik, diganti airnya dengan teratur, diobatin kalo penyakitan, dikasih vaksin. Trus tiba2 ada yang semena2 bilang makan lele bikin kanker.

Kalo model beternaknya kaya di artikel itu, ya iyalah lele bisa membahayakan kesehatan. Potensi cemaran logam berat dan cemaran bakteri patogen mengancam para penggemar lele. Makanya untuk menyimpulkan sesuatu harus dilihat fakta di lapangannya gimana. Karena kita di indonesia yang liat peternak2 lele di indonesia. Ambil samplingnya menyeluruh. Jangan cuma karena liat satu peternakan lele yang jorok trus di judge semua peternakan lele juga kaya gitu. Yang setres nantinya kita sendiri lho. Makan ini takut itu takut. Makan ini bahayaitu bahaya. Makan ini bikin kanker itu bikin kanker. Eerrr...

Terlepas dari bener gaknya berita itu, di islam ada konsep hewan jalalah. Hewan jalalah adalah hewan yang secara sengaja/tidak makan pakan najis/kotoran. Untuk bisa mengkonsumsinya biasanya hewan2 ini harus dikarantina beberapa hari dengan tidak diberikan pakan kotoran itu. Gak tau deh kalo lele yang dikasih tambahan pakan kotoran itu dilakukan apa enggak. Kayanya ada istilah berok pada budidaya lele. Biasanya lele yang dipiara di tempat2 'kotor' sebelum dipanen dipelihara di air yang mengalir dulu selama beberapa hari sebelum bisa dikonsumsi.

Sayangnya kita gak bisa mengetahui lele yang kita beli itu dibudidayakan seperti apa, dikasih pakan apa dll. Sebenarnya dalam dunia pangan ada yang namanya konsep traceability/keterlacakan yang terkait dengan keamanan pangan. Sederhananya gini, kita bisa melacak riwayat/asal usul dari makanan yang kita makan. Misalnya diproduksi siapa, kapan, batch berapa, komposisinya apa aja, siapa distributornya, siapa retailernya dst dst hingga sampe ke tangan kita. Berlaku juga untuk produk2 perikanan. Kita bisa menelusuri riwayat sepotong ikan sarden yang kita makan. Ditangkap dimana, kapan, dikalengkan di pabrik mana, ditambah bumbu apa, dijual ke sispa dst2 hingga sampe di piring kita.Tapi konsep ini sepertinya masih sulit diterapkan pada industri2 kecil. Rempong dan rumit. Lagian kita sebagai konsumen juga gak peduli sama riwayat makanan2 yang kita makan. Makan ya makan. Slese. Yang penting doa sebelum makan dan makan pake tangan kanan. Haha.

Jadi kesimpulannya ya gitu deh. Silakan disimpulkan sendiri2. Yang jelas lele itu salah satu sumber protein hewani yang murah meriah. Sayang kalo karena berita2 yang hiperbola orang2 jadi takut mengkonsumsi lele. Bisa bangkrut itu pecel lele lamongan yang menjamur di indonesia. Kalo masalah suka gak suka itu sih preferensi masing2, silakan aja.

Kode E Kode Babi??

Jadi kode E pada komposisi makanan itu bukan kode rahasia bahwa makanan itu mengandung babi (konstipasi wahyudi amat). Kode E itu hanya salah satu kode untuk menunjukkan bahan tambahan pangan di produk itu. Ada kode E untuk pewarna makanan, E1xx (mis. E 100 untuk kurkumin, gak mungkin dong kunyit ada babinya), kode E2xx untuk pengawet, E3xx untuk antioksidan dan pengatur keasaman, E4xx untuk pengembang, penstabil, emulsifier dkk dll etc. Iya memang ada beberapa kode E yang bisa dibuat dari bahan nabati maupun bahan hewani (sapi, telur, susu, babi), seperti emulsifier yg biasanya berkode E471-476. Nah di sini titik kritis nya yg kita harus hati2. Kalo sumber hewani yang digunakan statusnya halal (mis:daging sapi, telur, susu) ya gak ada masalah. Tapi kalo sumber hewani yang digunakan haram (mis: dari babi atau zat haram yang lain), ya jelas statusnya jadi haram. Sebagai konsumen, kita kan gak mudeng tuh kode2 mana yang halal atau haram,itulah gunanya logo halal MUI pada satu produk. Jadi kita tidak bisa serta merta menyimpulkan jika suatu produk ada kode E 471-476 di komposisinya wis mesti haram (mengandung babi). Liat ada logo halal mui nya gak! Kalo gak ada ya sebaiknya dihindari demi prinsip kehati-hatian. Meskipun gak semua produk yang gak ada logo halal mui nya itu juga otomatis haram.
Lembaga sekelas MUI atau bpom gak dipercaya? Persekongkolan? Konspirasi? Disusupi? Disogok? Dibayar? Ke laut aje sono. Cuci isi kepala biar agak bersih.

Kasus pringles rasa smokey bacon gimana? Mmm... itu emang ide yg kurang good aja sih kalo menurut saya. Sekalipun produk itu tidak mengandung babi (hanya memakai flavoring babi artifisial/buatan, diliat dari komposisi), tapi kan tetep berasa gak etis menyajikan sesuatu yg status aslinya jelas haram bagi muslim di bulan suci umat muslim (secara ada tulisan ramadan mubarak). Wagu kan menyandingkan antara rasa babi sama ramadan mubarak. Mungkin produk itu ditujukan buat vegetarian yg pengen nyobain rasa daging babi atau muslim yg ingin tau rasa daging babi? Uuummhh, i don't think so. Secara saya blas gak penasaran atau pengen tau babi itu rasanya gimana. Dan pringles itu emang belom ada halal mui nya kan ya? Dan menurut saya juga masih enakan chitato daripada pringles. Jelas ada logo mui nya dan lebih murah pulak. *bukan iklan, halah.

Jadiiiiii pikir berkali2 untuk menshare berita2 yg sifatnya itu memang share-able, wow dan bombastis. Soalnya kedalaman pola pikir kita bisa dilihat salah satunya dari artikel2 yg sering kita share. Pengennya keliatan keren tapi orang2 malah ngeliatnya dangkal dan gak mutu.

http://miumipusat.org/wp/hoax-e-number-lemak-babi-kasus-white-koffie-es-krim-magnum-lays/

Capek Tau Jadi Haters

Jadi pembenci itu beneran menguras banyak emosi dan energi loohh. Ciyuus. Bisa ngomong gini soalnya saya udah pernah ngerasain di posisi itu. Iya jadi pembenci. Rasanya keseeeeelll banget melihat tingkah laku, status, postingan dan lain2 dari yang saya benci ini (sebut saja si x). Kayanya gak ada gitu yang baik dari dia. Lebay lah, sok tau lah, gak tulus lah, pamer lah, apanya yang bagus ginian doang, gw juga bisa etc etc etc. Padahal dia gak pernah punya salah lho sama saya. Entah kenapa saya gak suka aja. Pokoknya gak suka, titik. Gak perlu pake alasan. Ish...ish...ish...Item banget hatikuh. Rinso mana rinso?

Padahal sebenernya kalo saya mau jujur sama diri sendiri, mmm.... baiklah , dia lumayan charming sih,  iyaa inspiratif juga, oke, bersemangat boleh lah . Dan yang jelas dia bisa melakukan banyak hal yang saya gak bisa lakukan. Di situ kadang saya merasa... hambuh.

Sayangnya pengakuan saya terhadap 'kelebihannya' itu lagi mati suri. Teronggok tak berdaya di pojokan hati. Ketumpuk2 sama rasa yang didefinisikan sebagai iri dan dengki. Perasaan2 negatif yang tanpa saya sadari berhasil menyusup haluuuusss banget ke hati. Gak terdeteksi. Dari awalnya hanya setitik, selapis hingga menjadi ratusaan lapis, bertumpuk2, bergumpal2 dan menghalangi objektivitas diri. Mengacaukan mood dan hari2 saya yang seharusnya berseri2. Hhhhhh knapa jadi berpuisi?

Setelah berkontemplasi cukup lama (atau karena mungkin saya udah mulai lelah ya), akhirnya saya putuskan untuk mulai move on dari posisi pembenci itu. Langkah pertama yang saya lakukan adalah me-like postingan dia. Haha. Jangan salah, itu susah lho. Kaya ada angel vs demon dalam kepala yang saling mengojok2i saya untuk jangan begini vs begitu aja. Awalnya rasanya gak rela gitu mengakui kelebihannya, terinjak2 harga diri saya. Halah. Namun sebagai manusia yang dikaruniai akal sehat,  saya harus bisa merawat dan menggunakan akal itu dengan sebaik2nya agar karunia itu gak dicabut dari saya.

Satu langkah ke depan, lanjut ke langkah berikut: eksekusi keputusan yang telah dibuat, tunggu hasilnya. Dan ternyata hasilnya tuh.......legaaa...... legaaaaaa banget.  Ibarat bisa BAB lagi setelah 3 hari sembelit. Yess, saya berhasil menghapus satu titik hitam di hati saya. Masih menunggu banyak titik2 hitam lain yang pasti akan saya hapus. Tunggu aja tanggal mainnya. Dan langkah berikutnya menjadi lebih mudah, saya mulai berinteraksi dengan si x, eh ternyata anaknya seru euy, kocak. Saya mulai benar2 menyukai karya2nya. Mulai melihat apa yang dilakukannya dari sudut pandang lain. Dan ituuu menyenangkan. 

Lagi2 buat saya, mengalahkan ego diri sendiri itu jauh lebih berat dibandingkan mengalahkan seekor tikus yang ngumpet di balik galon dalam dispenser *apa seeh. Butuh banyak usaha dan air mata untuk melakukannya. Tapi itu worth it untuk dilakukan. Asli, berdamai dengan diri sendiri itu membahagiakan.

Nah, kemarin pernah baca juga kalo kita butuh 43 otot untuk cemberut namun untuk tersenyum hanya dibutuhkan 17 otot saja (gak tau ilmiah apa kagak dan gak tau gimana kalo senyumnya dipaksain hihi). Hubungannya apa sama tulisan ini? Yaa kan pembenci itu pasti banyakan cemberutnya daripada senyum *maksa. Artinya jadi pembenci itu butuh energi yang jauh lebih besar daripada jadi....  (apa sih lawan kata pembenci itu?) Ya gitu deh intinya. Dan ingat pula peribahasa yang bilang kalo punya 1000 temen itu masih kurang tapi punya 1 musuh udah kebanyakan. 

Jadi kesimpulannya, jadi pembenci itu sungguh tak berguna dan menyesakkan diri sendiri. Dan pada akhirnya kita sendirilah yang harus menentukan mau di posisi mana kita berada. 

Tentang Aspartam

*Catatan untuk diri sendiri

Masih ada gak yang merasa serem mendengar kata aspartam? Kanker otak, pengerasan sumsum tulang belakang, diabetes dan lupus....
Lha kalo denger kata tropicana slim serem juga gak? Mmm... bagus buat pengidap diabetes,  bagus buat yg mau langsing dan lebih sehat. Gitu kan ya?
Tapi ngomong2 tau gak sih kalo beberapa gula merk tropicana slim itu adalah aspartam? Eng ing eng....

Sebenarnya aspartam itu apaan si?
Aspartam yang berkode E951 (haram ada babi nya 😝) adalah pemanis buatan pengganti gula yang tersusun dari asam amino aspartat dan fenilalanin. Tingkat manisnya 200x lipat  dari tingkat kemanisan gula pasir (sukrosa). 1 sachet kecil gula tropicanaslim isi 2.5g kira2 setara dengan 2 sendok teh gula pasir (bener kan ya?). Pemanis buatan ini andalannya penderita diabetes karena kalorinya yang sangat rendah dibandingkan gula pasir.  Mulai banyak dikonsumsi juga sama mbak2 kekinian yang takut gendut karena gula tapi gak bisa memulai hari tanpa secangkir kopi atau teh manis.

Lha terus aspartam itu aman tak? Mmm.... kalo misalnya bpom bilang aman, percaya gak? (nanya balik). Soalnya kalo udah gak percaya duluan yowis bye2. Tapi kalo masih percaya ya silakan dilanjutken.
Jadiii bpom sudah membolehkan penggunaan  aspartam ini sebagai pemanis buatan dalam produk pangan. Tentu saja syarat dan ketentuan berlaku, selama penggunaannya sesuai dengan batas maksimum yang ditentukan.
Selalu dan lagi2 adalah tentang dosis. Aspartam punya nilai ADI (Acceptable Daily Intake= batasan seberapa banyak bahan tambahan pangan boleh dikonsumsi tiap hari dengan aman ) 40mg/kg berat badan.

Jadi kalo pake aspartam dalam jumlah sewajarnya sepertinya aman2 aja sih (menurut saya 😆), kecuali kalo makenya lebay yaa gak usah dibahas itu mah. Nah, bpom ini ngasih aturan khusus tentang pemanis buatan. Untuk produk2 makanan yang mengandung pemanis buatan, harus mencantumkan tulisan "tidak disarankan untuk dikonsumsi oleh anak di bawah 5 tahun, ibu hamil dan ibu menyusui". Karena memang pemanis buatan ini dilarang digunakan pada produk pangan yang diperuntukkan untuk konsumen kelompok di atas (bayi, batita, bumil, busui) dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya. Khusus untuk aspartam, harus dicantumkan peringatan "mengandung fenilalanin"  "tidak cocok untuk penderita fenilketonurik". Fenilketonurik adalah sejenis gangguan kesehatan di mana si penderita punya masalah terhadap metabolisme fenilalanin dalam tubuhnya. Seharusnya fenilalanin ini akan diubah menjadi tirosin yang selanjutnya dibuang tubuh, namun penderita fenilketonurik ini tidak punya enzim untuk mengolah fenilalanin tersebut. Akibatnya fenilalanin ini akan menumpuk di dalam darah dan lama kelamaan akan meracuni otak.

Naah.... pernah liat kan peringatan2 seperti itu di kemasan2 produk makanan atau minuman ringan seperti kacang atom garuda, okky jelly drink, gery coklat, diabetasol dll dsb? Peringatan itu dituliskan untuk memenuhi syarat dari bpom. Iya ada, tapi tulisannya kecil2. Lha iyalah wong kemasannya juga cuman segitu, mau ditulis segede ape? Kebak peringatan mengko kemasane, jadi gak menarik dong.

Sebagai konsumen sudah saatnya kita juga harus peduli dengan segala sesuatu yang masuk ke dalam tubuh kita. Teliti sebelum membeli. Itulah pentingnya menilik komposisi dari produk2 pangan yang hendak kita beli (walo kadang saya juga males melakukannya, asal ada logo halal mui sama ijin bpom cukup deh, hehe).

Sudah itu ajah ah....(itu ajah kok dowiiii).

Dear Mamah LDR-ers, You'll Never Walk Alone


Masih selalu dan selalu merasaan perasaan seperti ini di setiap hari-hari keberangkatan si bapak suami kembali ke perantauannya. Rasa seperti separuh hati kita diambil paksa dari tempatnya, bolong, seperti akar yang tercerabut dari tanah, tak berenergi, awang-awangen membayangkan pertempuran 30 hari ke depan yang akan saya hadapi seorang diri, lemah, letih, lesu, mbrambang, mata berkunang-kunang... *Anda anemia? Minum sabongion

Dan masih selalu dan selalu saja baper setiap kali membaca-baca tulisan bertemakan "makan gak makan asal ngumpul" alias LDR-an. Keluarga adalah harta paling berharga. Kesempatan membersamai dan melihat tumbuh kembang anak-anak adalah emas, priceless, tak terganti dengan materi. Ayok segera tinggalkan kehidupan gak sehat semacam itu. Duuuhhh... rasanya langsung ingin telepon si bapak di seberang dan bilang "Wis Yah, resign sekarang juga, tanpa tapi dan nanti! Pilih mana, kerjaan atau keluarga? Aku siap kok makan lauk garam." Pret! (Dan ini yang berkali-kali saya lakukan tanpa hasil. Haha)

Untunglah bapak-bapak dikaruniai Tuhan akal sehat dan logika yang lebih panjaaang dibandingkan ibu-ibu. Alhasil dorongan emosi ingin resign yang meledak-ledak sesaat itu agak bisa teredam. Apa jadinya jika si bapak juga menurutkan emosinya? Bakar kapal tanpa persiapan apapun? Bubrah dunia persilatan. Beneran siap makan berlaukkan ndog uyah? Darah tinggi iya.

Salah satu yang terberat dalam menjalani LDR menurut saya adalah ketiadaan teman bisik-bisik, glenik-glenik, kasak-kusuk dan sebangsanya. Rekan curcol yang akan berusaha menyabar-nyabarkan diri mendengar celoteh tak penting kita, seremeh apapun temanya. Misal sekedar ngomongin "Kenapa sih guguk sebelah itu namanya Zaki? Gak ada nama lain apa?" Atau "Coba buah kersen itu segede apel, kan marem makannya." Atau  "Tadi aku nemu ciplukan di tukang sayur, ya ampun hari gini masih ada ya yang jualan itu."
Bisa sih percakapan-percakapan itu dilakukan via whatsap atau bbm, cuma kok rasanya kurang rumpik gitu. Kalau via tulisan, kita kan gak bisa menunjukkan ekspresi muka yang ala-ala tante feni rose itu, beda dengan ngobrol face to face. Lebih ekspresif dan powerfull. Haha. Penting ya? Wooo ya penting sekali. Ingat!! wanita itu butuh mengeluarkan 20 ribu kata per harinya untuk bisa bahagia. Jadi kalau ada ibu-ibu doyan curcol, biasa aja say, gak perlu dinyinyiri. Semoga dapat pahala karena telah berusaha menahan sebal sepenuh jiwa raga demi kebahagiaan mereka, eh... kita.

Udah tau LDR itu gak asyik, kenapa juga masih ada mamah-mamah yang mau saja LDR-an. Egois! Mentingin materi! Duit melulu dipikirin! Gak eman sama anak-anak!
Oke. Coba sekarang pejamkan mata anda dan bayangkan apa jadinya jika mama-mama bersuamikan tentara, pelaut, penambang dan yang seprofesi itu menuntut untuk tidak mau dimadu eh... di LDR-i maksudnya. "Udah Pak, resign aja, jual-jual bakso atau nasi kucing kan bisa. Biar gak perlu pisah-pisah lagi kita." Berbondong-bondonglah para bapak itu resign dari tempat mereka bekerja puluhan tahun. Alih profesi menjadi dosen, enterpreuner, motivator, pedagang. Pokoknya asal bukan profesi yang harus jauh-jauh dari keluarga. Mungkin ada beberapa yang kemudian menjadi pengangguran, stress, depresi karena tak jua memperoleh pekerjaan sesuai keinginannya. Dan lama-kelamaan musnahlah profesi-profesi pemicu LDR dari muka bumi. Tak ada yang mau susah-susah keluar masuk pedalaman mengeksplorasi kekayaan tambang bangsa ini. Tak ada yang sudi menjadi tentara menjaga batas negara di perbatasan dan sebagainya. Lebay ya saya? Haha biariin. Menghibur diri sendiri. Itulah kenapa kondisi LDR itu adalah suatu keniscayaan, bukan pilihan.

Kenapa tidak kita dukung saja mamah-mamah LDR-ers itu untuk tetap survive, semangat dan tetap riang gembira dalan menjalankan battle mereka, alih-alih dipameri nikmatnya hidup "normal", bahagianya ketunggon suami, idealnya mengasuh anak bersama-sama dan sebagainya.
Ah sudahlah, bawaan baper ini...

Sebagai mamah-mamah yang hampir 6 tahun menjalani LDR-an dengan penuh drama dan linangan air mata, Saya punya beberapa tips amatiran yang bisa diterapkan di dunia per-LDR-an ini yang mungkin bisa dicoba

1. Mandiri. Kuasailah ilmu-ilmu dasar LDR untuk kaum ibu seperti menyetir sambil mangku bayi plus menyusui, masang tabung gas ijo tanpa rasa horor, berburu tikus yang kadang suka ngumpet di bawah kompor gas, mompa ban sepeda sekalian benerin rantai sepeda bocah yang sering copot, main gitar buat gegalauan, ngecat tembok rumah yang penuh coretan, benerin genteng bocor, menanam padi di sawah dan sebagainya.

2. Kurangi hobi mendengarkan  lagu-lagu melow, baca novel bergenre melankolis-romantis atau nonton drama korea wa india yang ceritanya tentang suami-suami idaman dan pernikahan bahagia macam Fitri dan Farel (woy ambil contohnya jadul amat Buk).

3. Simpan nomor-nomor penting yang sekiranya bakal kita butuhkan saat hidup sendiri seperti rumah sakit, satpam kompleks, taksi online, delivery makanan, tukang galon, tukang ledeng hingga tukang sedot wc. Jangan lupa, jalin keakraban dengan tetangga dekat. Karena merekalah tempat meminta pertolongan pertama kali.

4. Ajari anak-anak untuk menghadapi situasi darurat saat tak ada orang dewasa lain di rumah. Siapa yang harus dihubungi pertama kali, apa yang harus dilakukan, bagaimana caranya dsb.

5. Jangan panikan. Berusahalah berpikir dengan logis sekalipun kita ini makhluk yang katanya hobi menangis.

6. Komunikasi. Usahakan tiap hari ada beberapa jam sesi telpon dan curhat tentang apa saja yang terjadi hari ini. Pastikan saat kita meluapkan emosi via telpon, si bapak di sana gak ketiduran. Terimakasih banyak kepada penemu-penemu teknologi video call, facetime, skype dkk yang sangat memudahkan hidup kaum ldr-ers. Hamdalah kita LDR an di masa ini. Bayangkan kalau kita hidup LDR di jaman Rhoma dan Ani berjaya, "Cukup Ani! Semua ini sudah t e r   l a   l u...

7. Dukung suami dalam menjalani pekerjaannya. Jangan dirongrong dengan berondongan keluh kesah dan suruhan pulang-pulang melulu. Saat istri rusuh dan uring-uringan, bapak yang di sana juga jadi gak tenang dengan pekerjaan. Alhasil waktu pulang tertunda gegara deadline gak tercapai. (Nulis tips emang gampang, prakteknya yang susyah).

8. Selalu libatkan bapak dalam apapun pengambilan keputusan karena bapak tetaplah kepala keluarga yang harus kita hargai dan junjung tinggi.

9. Diskusikan tentang cara mengasuh anak yang cocok untuk keluarga kita sekalipun si bapak gak tiap hari mendampingi, agar anak tetap tak kehilangan sosok bapaknya.

10. Pasrah.
Kadang para mama LDR butuh meluapkan emosi dengan menangis. It's oke mam. mewek itu hanyalah salah satu cara meluapkan emosi sesaat selain jajan cilok. Tapi setelah tangismu reda, bangkitlah dan carilah hikmah di balik situasi ini

Dan terakhir, sesungguhnya mamah-mamah itu tak pernah butuh nasihat, solusi atau ceramah panjang lebar tentang pertempurannya. Mereka lebih butuh waktu, kuping, dan empati dari lingkungannya. Hal yang saat ini cukup sulit didapatkan karena entah kenapa banyak orang saat ini yang lebih suka menjudge, menilai dari luar dan merasa dirinya lebih menderita. Efek sosmed, kebanyakan nonton drama turki atau semua ini salah jokowi? Entahlah...

Sebagai penutup, ada quote yang sepertinya  cukup  menenangkan. "Jangan minta Allah untuk memudahkan hidupmu. Tapi mintalah Dia untuk membuatmu jadi orang yang lebih kuat."
 Mintalah Dia untuk menguatkan bahumu lebih daripada meringankan bebanmu. Mintalah Dia untuk menguatkan kakimu dalam melangkah, lebih daripada memudahkan langkahmu.
Semangat dear mama!! You'll never walk alone!!


Hanya Soal Waktu

Hanya Soal Waktu

Hanya soal waktu...
Saat rumahmu akan sebersih dan serapih rumah2 dalam majalah2 yang sering kau irikan itu
Maka... nikmatilah setiap detik letihmu yang harus berpuluh kali membereskan kekacauan yang mereka buat

Hanya soal waktu...
Saat mereka tak mau lagi kau gandeng, peluk atau sekedar kau cium rambutnya
Maka... berbahagialah ketika mereka selalu membuntutimu kemanapun kakimu melangkah, meski kadang hal itu mengesalkanmu,
bagi mereka tak ada selainmu

Hanya soal waktu...
Saat kau tak lagi jadi si serba tahu dan tempat mengadu
Maka... bersabarlah dengan rentetan pertanyaan juga celoteh riang dari mulut mungil mereka yang kadang membuat dahimu mengernyit atau keasyikanmu terhenti

Hanya soal waktu...
Saat mereka mulai meminta kamarnya masing2 dan melarangmu mengutak atik segala rupa apa yang di dalamnya
Maka... tahan emosimu dari rengekan manja mereka saat minta kelon atau dongeng sebelum tidur ketika mata 5 wattmu juga meminta  haknya

Hanya soal waktu...
Saat mereka menemukan separo hatinya untuk selanjutnya membangun sarangnya sendiri...
Mungkin saat itu posisimu tak lagi sepenting hari ini
Maka... resapilah setiap mili kebersamaanmu dengan mereka selagi bisa

Karena tak butuh waktu lama menunggu kaki kecil mereka tumbuh menjadi sayap yang kan membawanya pergi menggapai asa dan cita

Kelak kau hanya bisa menengok kamar kosong yang hanya sekali dua akan ditempati penghuninya saat pulang...
Termangu menghirup aroma kenangan di dalamnya dan lalu tercenung "dulu kamar ini pernah begitu riuh dan ceria"
Dan kau begitu merindukannya

Kelak kau akan sering menunggu dering telepon mereka untuk sekedar menanyakan "apa kabarmu ibu"?
Dan kau akan begitu bersemangat menjawabnya dengan cerita-cerita tak penting hari ini

Kelak kau akan merindukan acara memasak makanan kegemaran mereka dan merasa sangat puas saat melihat hasil masakanmu tandas di piring mereka

Janganlah keegoisanmu hari ini akan membawa sesal di kelak kemudian hari
Kau takkan pernah bisa memundurkannya sekalipun sedetik untuk sekedar sedikit memperbaikinya

Karena waktu berjalan...
Ya... ia berlari...
Tidak.... ia terbang...
Dan dia tak pernah mundur kembali...



*ditulis untuk mengingatkan diri sendiri saat marah2 mulai tak terkendali
Emang ya ibu2 selalu butuh orang lain buat selalu bilang "sabaaarrr ben atine jembaaar"

Saat "Terserah Kamu" menjadi Blunder


Kisah di suatu pagi yang rempong
"Mama... bella mau sakit perut."Menengoklah si mama dari rajangan brambangnya dan melihat apa yang menyebabkan anak 3 taun itu ngomong seperti itu. Ternyata dia menemukan sebungkus permen dan ingin memakannya saat itu. Saking terbiasanya dia minta permen dan hafal akan jawaban  yang bakal diberikan mamanya semisal, nanti giginya bolong, nanti batuk, nanti sakit perut, nanti muntah2 dan jawaban2 senada, tanpa saya sadari terbentuk logika wagu di otaknya. 'Kalo dia siap menerima konsekuensi atas alasan2 yang mamanya berikan, pasti si mama akan mengijinkannya memakan permen itu.'  Mmm.... gak salah sih Bel, tapi maksud mama kan ya gak gitu2 amaat...
Hal ini berhasil membuat mama jadi kagok, antara harus marah atau nyengir atau marah sambil nyengir? *Bisa turun wibawa mama.

Dan seperti biasa di pagi yang selalu berhawa kemrungsung itu akhirnya si mama hanya bisa merepet gak jelas "Gak boleh Bella bla bla bla bla nanti bla bla bla bla bla." Makin si mama ngamuk, makin dia kekeuh memegang teguh keinginan makan permennya. Si mamah yang inget tempe di wajan belom dibalik pun jadi hectic dan hanya bisa mengeluarkan tatapan -yang menurutnya sih udah- setajam silet dan kata pamungkas "Terserah kamu, ntar kalo sakit perut gak usah mewek2," sembari bersungut2 membalik tempe gorengnya yang mulai kelebihan pigmen coklat. Namun sayang sekali, reaksi yang terjadi bukanlah  seperti yang diharapkan si mama, bocah itu  justru girang gumirang  dengan senjata andalan 'terserah kamu' mamanya itu. "Terserah kamu ya mah?" tanyanya polos dengan wajah cerah ceria berlari2 nyari gunting item buat buka bungkus permen. Waaks, tinggallah si mamah deleg2 mati gaya. Kalah satu kosong ini sama bayi.
Baginya terserah kamu itu selevel dengan kata "ya", "boleh", atau "silakan". Tak terbersit sedikitpun di benaknya bahwa dibalik "terserah kamu" itu ada sesuatu yang rumit dan tak sesederhana itu. (Yaiyalah, apa yang kau harapkan dari anak umur 3 taun sih mom?)

Oke. Dan si mamah pun belajar satu hal lagi, bahwa frase "terserah" atau "terserah kamu" itu gak ngefek blas dipake buat menghadapi balita,  sama gak ngefeknya diterapkan  untuk menghadapi makhluk lempeng dan gak mudengan bernama bapak2 wkwkwk, maap paak...

Trus knapa gambarnya gak nyambung sama cerita? Yaa judulnya aja terserah kamu, berati terserah pemilik cerita  to ya mau nyambung apa enggak
Powered By Blogger