Sabtu, 12 Desember 2015

Sekolah TK Kok Udah Mahal

Cerita berawal dari niatan saya mendaftarkan berry bella sekolah di sebuah tk it sekitaran rumah. Udah nanya2 tentang teknis dan metode pembelajarannya sama bu guru dan ditutup dengan pertanyaan "jadi saya harus bayar berapa totalnya?". Bu guru jawab, sekitar 10 juta buk (2 anak) (ditambah spp 170ribu/bulan/anak). 50% dibayar 2 hari lagi pas ngumpulin berkas pendaftaran. Yang 50%nya dilunasi nanti sebelum ajaran baru mulai. Harus cepet2 buk, nanti keburu kuotanya habis. Oke. Demi menjaga wibawa sebagai mamah yang (sok) cool, tentu saya jawab dengan biasa dan muka antusias. Oh ya ya buk, besok saya ke sini lagi. Padahal eh padahal... ada yang teriak2 di pojokan hati saya. Who's that? Rupanya naluri irit ala emak2 saya yang memberontak. Gilingan 10 jeti se-brugh-an dan kamu iya2in aja?? Hitung dulu sono anggaran mana yang mesti dipangkas. Wkwkwk.
Jadilah saya survey tentang uang masuk TK ke beberapa teman yang punya anak TK (paud). Dan kebanyakan mereka menjawab ya sekitar 4-5juta/anak itu wajar. Malah ada yang lebih dari 8 juta lho. Iih wooow. Ckckck.. emaknya kurang piknik nih, gak gaul, gitu aja takjub. Batin saya,  lha kok mahalan ini daripada uang spp jaman saya kuliah dulu yak. Yaelah, It's so yesterday mak, gak usah dibahas.

Mahal?? Relatif. Tergantung siapa yang jawab. Tapi secara pukulrata bisa dibilang "lumayan", karena banyak juga tk-tk dengan tarif dan spp jauh di bawah itu.  Dan  "tarif mahal" itu seolah dimaklumi dengan dalih apa sih yang mahal kalo buat anak, investasi masa depan, ono rego ono rupo, mau dapat sekolah kanak2 yang bagus? Ya modal dong.
Daan diakui atau tidak, disadari atau belom, pelan-pelan dan sangat halus, mulailah pendidikan kanak2 dijadikan ajang bisnis dan mengeruk keuntungan. Terbukti dengan menjamurnya tpa/daycare/paud/tk yang menawarkan visi misi dan metode pembelajaran dangkik2 yang luar biasa menggiurkan. Ditambah lagi dengan makin berkurangnya peran ibu di rumah karena harus ikut berjibaku di luar rumah untuk membantu suami memenuhi urusan cicilan kpr dan cicilan kartu kredit . Akibatnya banyak ibu yang akan berusaha 'menebus' kesalahannya -karena terpaksa gak bisa 'ngurusin' anaknya- dengan berusaha menyekolahkan anaknya ke sekolah yang "bagus" (berbanding lurus dengan biaya) sebagai kompensasinya. Demi apaa...? Masa depan si kecil. Prinsip mahal tak apalah, yang penting anakku terurus menjadi harga mati. Lama-kelamaan definisi mahal itu jadi sangat relatif, bahkan hilang. Gak ada yang mahal selama itu buat anak. "Semua yang kulakukan akhirnya kan juga buat anak", kata si ibu. Selesai. Si ibu kembali ke dunia kerja dan makin semangat banting tulang untuk masa depan anaknya.
Jadi inget teori ekonomi, di mana ada permintaan di situ ada penawaran. Karena permintaan akan sekolah kanak2 yang seperti ini makin banyak, maka pasar merespon dengan memunculkan sekolah2 yang 'diinginkan' si peminta itu. Fair?? Faiiiirrrr. Ada yang salah?? Gak adaaaa
Gimana dengan orang-orang yang gak mampu membayar jumlah segitu untuk mendapatkan kualitas yang sama -yang sebenarnya juga mereka inginkan- dengan mereka yang mampu bayar? Yaa itu DM (derita mereka). Harus kerja kerja kerja lebih keras lagi dong, kalo perlu jangan tulang doang yang dibanting. Atau disekolahin ke TK biasa aja, gak perlu yang IT2an biar lebih murah. Tapi TK biasa gak terlalu kuat prinsip agamanya. Gimana dong? Ya udah, berati harus mau berkorban lah, utang kek apa gimana. Fyuuhhh....

Kejam? Bisa jadi. Dan kabar buruknya, ini baru secuil wajah kejam kapitalisme yang tampak. Di alam kapitalis, orang miskin dilarang sakit dan dilarang sekolah itu udah biasa. Wait!! Kapitalisme apaan? Googling atuh, buanyaaak yang ngebahas. Alhamdulillah yang masih merasa hidupnya baik2 aja dan gak merasa terdampak dengan kapitalisme. Masih bisa apdet status dan hahahihi tiap hari. Tapi bagi orang-orang yang kurang beruntung, jerat kapitalisme ini makin lama makin mencekik dan mendholimi mereka (sekalipun mungkin mereka belom menyadari kalo makin beratnya hidup di jaman ini adalah akibat diterapkannya kapitalisme). Ah, i don't care sama kapitalisme2an dan politik2an yang penting anak gue aman tentram dan hidup nyaman. Ya terserah situ sih. Itu pilihan. Tapi sebelum memutuskannya, bertanyalah pada hati nurani. Dan bayangkan akan jadi seperti apa kira2 dunia tempat hidup anak-anak kita kelak 20-30 tahun yang akan datang jika kita gak care sama sistem hidup yang kita lakoni saat ini.

Saya gak menyamaratakan atau menyalahkan  semua paud/tk it itu profit oriented ya. Secara ngurusin balita itu emang kerjaan berat dan menguras energi. Apalagi balita2 itu bukan anak kita sendiri. Kecuali orang2 yang bener2 cinta anak, sepertinya males kalo suruh ngurusin anak orang tanpa atau dengan bayaran kecil. Pasti ngurusinnya juga alakadarnya. Babysitter aja gajinya minim sejuta/bulan. Dan paud/tk2 itu ada karena kita yang butuh juga kan.

Panjang euy. Jadi seriusan gini. Haha. Ya udah deh. It's just my opinion. Cerita menjelang tidur. Bosen nulis ldr-an mulu :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger